Perlakuan PPN untuk Perusahaan Biro/Agen Perjalanan Wisata dan Keagamaan 5/5 (1)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak konsumsi yang dikenakan atas penyerahan barang dan jasa kena pajak di Indonesia. Dalam konteks perusahaan biro atau agen perjalanan, baik yang bergerak di bidang wisata maupun keagamaan, pengenaan PPN diatur secara khusus melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71/PMK.03/2022, yang mulai berlaku sejak 1 April 2022. Regulasi ini mengatur PPN atas penyerahan jasa kena pajak tertentu, termasuk jasa biro perjalanan wisata dan jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan, dengan mekanisme dan besaran tertentu yang berbeda dari pengenaan PPN umum. Artikel ini akan menjelaskan secara rinci perlakuan PPN untuk kedua jenis jasa tersebut, termasuk dasar pengenaan pajak, tarif efektif, serta ketentuan terkait pajak masukan.

1. Jasa Biro Perjalanan Wisata

Jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata mencakup penyerahan paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang tidak didasarkan pada pemberian komisi atau imbalan atas jasa perantara penjualan. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b PMK 71/PMK.03/2022, jasa ini termasuk dalam kategori jasa kena pajak tertentu yang wajib dipungut dan disetorkan PPN-nya oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan jasa tersebut.

Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Sesuai Pasal 3 huruf b, DPP untuk jasa biro perjalanan wisata ditetapkan sebesar 10% dari harga jual paket wisata, sarana angkutan, dan akomodasi. Harga jual ini merujuk pada jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih kepada penerima jasa, tidak termasuk PPN itu sendiri.

Baca Juga  Hanya Terima BPS, Tidak Terima Penerbitan KO DJP, Bagaimana Solusinya?

Tarif PPN

Tarif PPN yang berlaku sejak 1 April 2022 adalah 11%, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, karena DPP hanya 10% dari harga jual, maka besaran PPN yang terutang dihitung sebagai berikut:

  • PPN Terutang = 10% × 11% × Harga Jual
  • PPN Terutang = 1,1% × Harga Jual

Dengan demikian, tarif efektif PPN untuk jasa biro perjalanan wisata adalah 1,1% dari total harga jual.

Contoh Perhitungan

PT Wisata Nusantara, sebuah PKP, menyelenggarakan paket wisata ke Bali dengan harga jual Rp100.000.000 (sebelum PPN). PPN terutang dihitung sebagai berikut:

  • DPP = 10% × Rp100.000.000 = Rp10.000.000
  • PPN Terutang = 11% × Rp10.000.000 = Rp1.100.000
  • Total yang ditagih ke konsumen = Rp100.000.000 + Rp1.100.000 = Rp101.100.000

Jadi, PT Wisata Nusantara wajib memungut PPN sebesar Rp1.100.000 dan menyetorkannya ke kas negara.

Pajak Masukan

Berdasarkan Pasal 5 huruf b PMK 71/PMK.03/2022, pajak masukan yang berkaitan dengan penyerahan jasa biro perjalanan wisata tidak dapat dikreditkan. Hal ini karena mekanisme besaran tertentu sudah mempertimbangkan komponen biaya yang dikeluarkan oleh PKP, sehingga pajak masukan tidak diperkenankan untuk dikompensasikan dengan pajak keluaran.

2. Jasa Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Keagamaan

Jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan yang juga menyertakan perjalanan ke tempat lain diatur dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d PMK 71/PMK.03/2022. Penting untuk membedakan antara jasa perjalanan ibadah keagamaan murni (yang tidak dikenai PPN) dan jasa yang mencakup perjalanan ke tempat lain (yang dikenai PPN). Jasa perjalanan ibadah keagamaan murni, seperti umrah atau haji khusus ke Makkah dan Madinah, dikecualikan dari PPN berdasarkan PMK Nomor 92/PMK.03/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Keagamaan yang Tidak Dikenai PPN. Namun, jika perjalanan tersebut mencakup destinasi wisata tambahan (misalnya, tur ke Turki atau Dubai dalam paket umrah), maka bagian tersebut menjadi objek PPN.

Baca Juga  Pajak Tiktok Shop

Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Pasal 3 huruf d PMK 71/PMK.03/2022 mengatur dua skenario untuk jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan yang juga menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain:

  • Jika tagihan dirinci antara paket perjalanan ibadah keagamaan dan paket perjalanan ke tempat lain, DPP adalah 10% dari harga jual paket perjalanan ke tempat lain.
  • Jika tagihan tidak dirinci, DPP adalah 5% dari harga jual keseluruhan paket perjalanan (termasuk ibadah dan wisata).

Tarif PPN

  • Untuk tagihan yang dirinci: PPN Terutang = 10% × 11% × Harga Jual Paket ke Tempat Lain = 1,1% × Harga Jual Paket ke Tempat Lain.
  • Untuk tagihan yang tidak dirinci: PPN Terutang = 5% × 11% × Harga Jual Keseluruhan = 0,55% × Harga Jual Keseluruhan.

Contoh Perhitungan

1. Tagihan Dirinci: PT Haji Sejahtera menawarkan paket umrah plus wisata ke Turki seharga Rp50.000.000, dengan rincian Rp40.000.000 untuk umrah (bebas PPN) dan Rp10.000.000 untuk wisata ke Turki. PPN terutang:

  • DPP = 10% × Rp10.000.000 = Rp1.000.000
  • PPN = 11% × Rp1.000.000 = Rp110.000
  • Total tagihan = Rp50.000.000 + Rp110.000 = Rp50.110.000

2. Tagihan Tidak Dirinci: PT Haji Sejahtera menawarkan paket serupa seharga Rp50.000.000 tanpa rincian. PPN terutang:

  • DPP = 5% × Rp50.000.000 = Rp2.500.000
  • PPN = 11% × Rp2.500.000 = Rp275.000
  • Total tagihan = Rp50.000.000 + Rp275.000 = Rp50.275.000

Pajak Masukan

Sesuai Pasal 5 huruf d PMK 71/PMK.03/2022, pajak masukan terkait penyerahan jasa perjalanan ibadah keagamaan yang juga mencakup perjalanan ke tempat lain tidak dapat dikreditkan, serupa dengan ketentuan untuk jasa biro perjalanan wisata.

3. Kewajiban PKP

PKP yang menyerahkan jasa biro perjalanan wisata atau jasa perjalanan ibadah keagamaan wajib:

  • Memungut PPN dari penerima jasa sesuai tarif efektif (1,1% atau 0,55% tergantung kasus).
  • Menerbitkan faktur pajak dengan mencantumkan DPP dan PPN terutang.
  • Menyetorkan PPN ke kas negara menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) melalui sistem pembayaran yang berlaku (misalnya, e-Billing).
  • Melaporkan PPN terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.
Baca Juga  Cara Menghitung Harga Jual dan DPP untuk Penyerahan ke Instansi Pemungut

4. Pengecualian dan Batasan

Jasa perjalanan ibadah keagamaan yang tidak mencakup perjalanan ke tempat lain, seperti haji reguler oleh pemerintah atau umrah murni, tidak dikenai PPN berdasarkan PMK 92/PMK.03/2020. Pengecualian ini berlaku untuk perjalanan ibadah semua agama yang diakui di Indonesia, seperti ke Yerusalem (Kristen), Vatikan (Katolik), atau Bodh Gaya (Buddha), selama tidak ada komponen wisata tambahan.

Kesimpulan

PMK 71/PMK.03/2022 memberikan kepastian hukum bagi perusahaan biro atau agen perjalanan wisata dan keagamaan dalam hal pengenaan PPN. Jasa biro perjalanan wisata dikenakan PPN dengan tarif efektif 1,1% dari harga jual, sedangkan jasa perjalanan ibadah keagamaan yang mencakup destinasi lain dikenakan PPN 1,1% (jika dirinci) atau 0,55% (jika tidak dirinci) dari harga jual yang relevan. Pajak masukan untuk kedua jenis jasa ini tidak dapat dikreditkan, sehingga PKP perlu memperhitungkan biaya operasional dengan cermat. Dengan mematuhi ketentuan ini, perusahaan dapat menjalankan kewajiban perpajakan secara tepat dan mendukung keberlanjutan usaha di sektor pariwisata dan perjalanan keagamaan.

Artikel ini disusun berdasarkan regulasi perpajakan yang berlaku per 24 Maret 2025. Pastikan untuk memverifikasi informasi dengan peraturan terbaru jika ada perubahan setelah tanggal tersebut.

Please rate this

Tinggalkan komentar