Pengantar
Dana DPA Satker Pemerintah Daerah (SKPD) merupakan dana dari APBD untuk operasional SKPD. Karena merupakan dana APBD, maka tentunya dalam pelaksanaan/pencairannya harus memperhatikan aspek pajak. Kepala Dinas / Satker bersama bagian keuangan dan bendahara harus memastikan pembelanjaan atas DPA ini telah dipotong pajak. Berikut ini tipspajak.com menampilkan panduan lengkap pajak untuk bendahara Instansi SKPD. Selamat menyimak
Artikel ini juga diharapkan mampu menjawab beberapa pertanyaan antara lain tentang:
pajak dana DPA Satker
pajak dana DPA Satker 2021
pajak sewa alat berat dana DPA Satker
contoh perhitungan pajak dana DPA Satker
pajak makan minum dana DPA Satker
pajak galian c dana DPA Satker
panduan pajak bendahara DPA Satker
pajak bendahara DPA Satker
cara menghitung pajak dana DPA Satker
aturan pajak dana DPA Satker 2021
Kewajiban Perpajakan Bendahara Dana DPA Satker

Kewajiban perpajakan untuk instansi pemerintah, termasuk di dalamnya DPA SKPD, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan PKP, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyeroran dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah.
Secara umum, kewajiban perpajakan bendahara instansi pemerintah termasuk dana ada empat:
- Daftar
- Potong/Pungut
- Setor
- Lapor
Berikut ini penjelasan lebih lengkapnya.
Kewajiban #1: Mendaftarkan Diri Memperoleh NPWP
Setiap lnstansi Pemerintah wajib mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Instansi Pemerintah menurut keadaan yang sebenarnya.
Secara sederhana, jika instansi punya DIPA/DPA sendiri, maka wajib untuk diberikan NPWP Instansi Pemerintah.
Kewajiban #2: Potong/Pungut Pajak
Pada pasa 8 ayat (2) PMK 231/PMK.03/2019 dinyatakan Instansi Pemerintah wajib memotong atau memungut, menyetor, dan melaporkan PPh yang terutang atas setiap pembayaran yang merupakan objek pemotongan atau pemungutan PPh.
PPh yang dipotong/dipungut terdiri dari:
- PPh Pasal 4 ayat (2);
- PPh Pasal 15
- PPh Pasal 21
- PPh Pasal 22
- PPh Pasal 23
- PPh Pasal 26
Bendahara Satker / Instansi / SKPD wajib membuat bukti pemotongan dan/atau pemungutan berupa Bukti Penerimaan Negara, Bukti pemotongan atau pemungutan, atau dokumen tertentu yang dipersamakan dengan bukti potong PPh.
Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)

Bendahara Satker / Instansi / SKPDS Wajib Memotong PPH Pasal 4 ayat (2) atas transaksi:
a. persewaan tanah dan/ atau bangunan;
b. pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan;
c . usaha jasa konstruksi;
d. hadiah undian; serta
e. pembelian barang atau penggunaan jasa dari Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Bendahara Dana BOS tidak memotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas:
- pembayaran atau pengakuan utang persewaan tanah dan/ atau bangunan kepada penyedia jasa pelayanan penginapan beserta akomodasinya
- sebagian atau seluruh pembayaran pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan antara lain kepada:
- orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah danjatau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp 60 juta dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
- orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/ atau bangunan; atau
- orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan.
Persewaan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Tarif Pemotongan sebesar 10 % x Jumlah Bruto (Nilai Persewaan)
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
- Tarif sebesar 2,5 % x jumlah bruto nilai pengalihan
- Tarif Sebesar 0 % atas pengadaan tanah bagi kepentingan pembangunan untuk kepentingan umum
Usaha Jasa Konstruksi
Atas pembayaran usaha jasa konstruksi, bendahara dana BOSwajib memotong PPh Pasal 4 ayat (2) dengan ketentuan sebagai berikut:

Hadiah Undian
Atas penyerahan hadiah dengan nama dan bentuk apapaun, bendahara dana BOS wajib memotong PPh Final Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 25 persen dikalikan jumlah bruto.
Pembelian Barang atau Penggunaan Jasa dari Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Atas Pembelian dari Wajib Pajak yang Masuk kriteria PP 23 (UMKM), Bendahara Dana BOS Wajib memotong PPh Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 0,5 persen dari jumlah penghasilan bruto, dengan syarat Wajib Pajak harus menyerahkan Surat Keterangan kepada Bendahara BOS. Jika tidak menyerahkan Surat Keterangan, maka tetap dipotong PPh Pasal 22 dengan tarif 1,5 persen.

Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Kepada WP OP DN
Objek pajaknya adalah
- Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima oleh Pegawai, seperti gaji dan tunjangan.
- Penghasilan tidak tetap dan tidak teratur yang diterima oleh Pegawai, Bukan Pegawai, dan Peserta Kegiatan, seperti: honor kegiatan, honor narasumber, dan sebagainya
Adapun tarif PPh Pasal 21 ada dua jenis:
- Tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan Dasar Pengenaan PPh (untuk Pajak tidak bersifat final)
- Tarif Final dikalikan jumlah bruto (untuk PPh bersifat final)
Tarif PPh Pasal 17 adalah sebagai berikut:

Adapun besarnya Pengasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Per Tahun dan Per BUlan sebagai berikut:

Perhitungan PPh Pasal 21

Contoh perhitungan pemotongan pajak atas transaksi yang sering terjadi adalah sebagai berikut. (akan diupdate)
Pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan Pembayaran atas Pembelian Barang
Bendahara Dana BOS TIDAK memungut PPh Pasal 22 atas pembelian kepada Wajib Pajak Rekanan Penjual Barang. Pada prinsipnya atas semua pembelian barang wajib dipungut PPh Pasal 22. Terdapat beberapa barang yang tidak dipungut PPh Pasal 22.
Pembayaran atas Pembelian yang tidak dipungut PPh Pasal 22
- jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 tidak termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran
yang dipecah - pembelian yang pembayarannya dengan Kartu Kredit Pemerintah
- Untuk pembelian BBM, BBG, pelumas, benda pos serta untuk pemakaian air & listrik
- Untuk pembelian barang dengan dana BOS
- Untuk pembelian gabah dan/atau beras
- Untuk pembelian barang/jasa dari WP dengan peredaran bruto tertentu (PP 23/2018)
- Untuk pembelian barang dari WP dengan SKB Potput
Apa beda pemungutan dan pemotongan pajak? Berikut Pembahasannya: (akan diupdate)
Pemotongan PPh Pasal 23
Bendahara instansi pemerintah wajib memotong PPh Pasal 23 atas penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak berupa:
- bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
- royalti;
- hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21;
- sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2)
- imbalan sehubungan dengan jasa yang pembayarannya dibebankan pada APBN, APBD, atau APBDes selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pembayaran yang Tidak Dipotong PPh Pasal 23
- penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank
- sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
- penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/ atau pembiayaan sesuai dengan ketentuan
- imbalan sehubungan dengan jasa yang telah dikenai PPh yang bersifat final
- imbalan sehubungan dengan Jasa pengangkutan atau ekspedisi yang telah diatur dalam Pasal
15 Undang-Undang PPh; - imbalan sehubungan dengan jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh; dan/ atau
- pembayaran jasa dari WP yang punya SKB Potput
Tarif PPh Pasal 23 Bendahara Satker / Instansi / SKPD
No | Jenis | Tarif untuk Rekanan ber-NPWP | Tarif untuk Rekanan TIDAK ber-NPWP |
1 | Penghasilan Sewa dan Jasa | 2% | 4% |
2 | Penghasilan Bunga, Royalti, Hadiah | 15% | 30% |
Kewajiban Pemungutan PPN atas Belanja
Pada dasarnya, Bendahara Instansi Pemerintah termasuk Bendahara Dana BOS Wajib Memungut PPN atas pembelian barang atau pembayaran jasa.
Instansi Pemerintah ditunjuk sebagai pemungut PPN yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak oleh PKP Rekanan Pemerintah kepada Instansi Pemerintah.
Instansi Pemerintah wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang.
Tarif PPN
Tarif PPN adalah 10 persen dari Dasar Pengenaan Pajak
Jenis Belanja Barang dan Jasa yang Tidak Dipungut PPN
- Jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 tidak termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran
yang dipecah - Pembayaran dg Kartu Kredit Pemerintah
- untuk pengadaan tanah
- Untuk penyerahan BBM & bahan bakar minyak oleh Pertamina
- Penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi
- Atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan
- Mendapat fasilitas PPN tidak dipungut/dibebaskan
Pengusaha Kena Pajak rekanan bendahara WAJIB membuat Faktur Pajak
Atas Penyerahan barang/jasa kepada Instansi Pemerintah, Rekanan Bendahara Wajib Membuat Faktur Pajak. Begitu pula sebaliknya, Bendahara Wajib Belanja di Rekanan yang Merupakan PKP.
Kode Transaksi Pada Nomor Seri Faktur Pajak adalah 02.
Bendahara Wajib Membuat Bukti Potong/Bukti Pungut
Dalam melakukan pemotongan atau pemungutan PPh, Instansi Pemerintah harus membuat bukti pemotongan atau pemungutan PPh.
Bukti Potong/Pungut dapat berupa:
- Bukti Penerimaan Negara. Ini merupakan buktiu pembayaran pajak dari Bank yang di dalamnya tertulis Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN)
- Bukti Potong
- Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan bukti pemotongan atau pemungutan PPh
Kewajiban #3: Menyetorkan Pajak yang Telah Dipotong/Dipungut
Tiga Langkah Menyetorkan Pajak
Setelah melakukan pemotongan dan pemungutan, Bendahara Instansi Pemerintah termasuk Bendahara Dana BOS wajib menyetorkan pajak yang telah disetor/dipotong ke kas negara. Berikut ini tiga langkah untuk menyetorkan pajak:
- Mengisi Surat Setoran Pajak / Surat Setoran Elektronik
- Membuat KOde Billing
- Melakukan pembayaran ke bank persepsi/kantor pos/channel lain
Kode Akun Pajak/Kode Jenis Setoran yang Digunakan Oleh Bendahara Satker / Instansi / SKPD

Cara Membuat Kode Billing
Cara buat kode billing silakan klik artikel berikut (akan diupdate)
Cara Melakukan Pembayaran Pajak dari Kode Billing
Cara melakukan pembayaran silakan cek artikel ini: (akan diupdate)
Jangka Waktu Peyetoran Pajak
menurut PMK 231/PMK.03/2019 pasal 23 ayat (2), Instansi Pemerintah wajib menyetorkan PPh dan PPN
yang telah dipotong dan/atau dipungut paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah pelaksanaan pembayaran.
Kewajiban #4: Pelaporan SPT
Sampai dengan sini, telah dibahas tiga jenis kewajiban pajak untuk bendahara Satker / Instansi / SKPD: mendaftarkan diri memiliki NPWP, Memotong/Memungut Pajak, Menyetorkan Pajak. Kewajiban Terakhir atau keempat adalah melakukan pelaporan SPT atas transaksi yang dilakukan.
Pelaporan atas pemotongan dan/ atau pemungutan serta penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan:
- Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21
- Surat Pemberitahuan Masa unifikasi bagi Instansi Pemerintah, yaitu Surat Pemberitahuan Masa pemotongan dan/atau pemungutan pajak atas belanja pemerintah, untuk kewajiban pemotongan dan/ atau pemungutan PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal10 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat ( 1), dan Pasal 14 ayat (1) selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan pemungutan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa dilakukan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
SPT Masa Unifikasi untuk Instansi Pemerintah
Menurut Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Nomor PENG-75/PJ/2020, Pelaksanaan kewajiban pelaporan atas pemotongan dan/atau pemungutan serta penyetoran pajak oleh Istansi Pemerintah menggunakan SPT Masa Unifikasi Instansi Pemerintah mulai berlaku untuk Masa Pajak Januari 2021 dan Masa Pajak berikutnya.